Media Sosial dan Perang Pemikiran Muslim di Zaman Milenial


Perang Pemikiran Muslim di Zaman Milenial

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan Traveller.

“Nyatanya Engkau sedang berada di tengah perang. Siap tidak siap, mereka akan menyerang. Jangan keluar kecuali menjadi pemenang!” pernyataan tegas itu ditulis Jihad Turbani tentang gahzwul fikri atau perang pemikiran.

Melalui perang pemikiran, generasi muda Muslim akan menderita “sakit berkepanjangan”. Mencintai dan membenci apa yang disukai dan dibenci oleh musuh-musuh Islam.

Menurut Alī ‘Abd al-Ḥalīm Maḥmūd dalam kitabnya “al-Ghazw al-Fikrī wa al-Firaq al-Mu‘ādiyah li al-Islām”  perang pemikiran ini akan memangsa bangsa-bangsa lain dan menghilangkan identitasnya.

Mereka menginginkan cara berpikir yang berubah dari dasarnya. Tidak perlu berpindah keyakinan, tetap menjadi orang Islam, tapi ragu dengan ajaran Islam.

Usaha-usaha itu dilakukan secara massif, dipersiapkan secara matang dan terukur, diterapkan secara teratur dan sistematis melalui sarana-sarana yang menjadi kebutuhan umat.

Banjir informasi di media sosial membuat percepatan gerakan ini seakan tak terbendung lagi. Kerusakan pemikiran umat jauh lebih mengerikan dari data-data yang tersaji.

Bagaimana cara menghentikannya? Pemikiran hanya bisa dilawan dengan pemikiran. Derasnya arus informasi yang menyesatkan melalui sosial media harus dilawan dengan informasi kebaikan yang tak kalah banyaknya. Ibarat perang, jumlah kita harus sepadan dengan lawan. 

Karenanya, saya senang sekali bisa berbagi ilmu dengan sekelompok anak muda, para pegiat dakwah, yang bersemangat sekali menebarkan kebaikan.

Ada momentum yang sangat pas di depan mata: Ramadhan yang sebentar lagi menjelang. Saya membayangkan, seandainya setiap orang membuat 30 konten kebaikan selama satu bulan, maka akan ada milyaran informasi berfaedah yang membanjiri.

Tapi ibarat pertempuran di medan jihad, semua perlu strategi. Tak bisa hanya bermodal semangat tanpa ilmu yang mencukupi.

Kalau belum sanggup menyampaikan ayat Alqur’an, kisah dalam sejarah bisa menjadi solusi. Bagaimana orang-orang hebat memberikan keteladanan yang bisa kita duplikasi.

Kabarkan tentang kehebatan Khalid ibn Walid yang memimpin dua peperangan hebat di Barat dan di Timur dalam waktu yang nyaris bersamaan dan keduanya keluar sebagai pemenang.

Kisahkan tentang kejeniusan Abu Musa Al Khawarizmi yang menemukan teori algoritma yang membuat dunia bisa dilipat dalam satu usapan jari.

Ceritakan tentang Ulugh Beg yang membuat perhitungan satu tahun adalah 365 hari, 5 jam, 49 menit dan 15, hanya berbeda 28 detik dengan perhitungan manusia modern hari ini.

Kalau perintahnya adalah “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari), barangkali di era sosial media ini implementasinya adalah “Tuliskan walau hanya satu caption dakwah.”

Yuk, kita mulai!

 

Jakarta, 24/3/2021


Source link

Berita Menarik Lainnya